PANDEGLANG, Ungkappublik – Pada momentum memperingati Hari Kemerdekaan Republik Indonesia ke 80 tahun di Kabupaten Pandeglang, para aktivis dan masyarakat telah mengkritisi kebijakan Bupati Pandeglang Raden Dewi Setiani, soal kerjasama impor sampah dengan Pemerintah Kota (Pemkot) Tangerang Selatan (Tangsel).
Bahkan gelombang tolak impor sampah Tangsel itu, terus membesar. Sebab, selain banyak yang melakukan unjuk rasa, para aktivis yang tergabung dalam Mahasiswa Pecinta Alam (Mapala) se Banten tengah melakukan upacara bendera di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Bangkonol, Kecamatan Koroncong, Kabupaten Pandeglang, Minggu 17 Agustus 2025.
Meski dilaksanakan di tengah tumpukan sampah dengan membentangkan bendera berukuran besar, prosesi upacara berlangsung khidmat dengan dihadiri sejumlah perwakilan Mapala dari berbagai kampus di Banten.
Kegiatan itu menjadi bentuk kepedulian Mapala terhadap isu lingkungan sekaligus simbol perenungan atas kemerdekaan yang harus diisi dengan aksi nyata menjaga bumi.
Pasca upacara HUT RI di Kecamatan Menes, warga melakukan Karnaval yang menampilkan ornamen kritik pedas terhadap Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Pandeglang di Jalan Raya Alun-alun Menes.
Ornamen tikus berdasi berukuran besar dengan warna hitam pekat, dibuat duduk diatas kursi didorong dengan menggunakan gerobak oleh para peserta karnaval. Bahkan ornamen ditulisi Rp 40 Miliar dan “runtah” (sampah,red). Para peserta juga mengarak sebuah gunung sampah dan keranda mayat.
Hal itu, bentuk kritik terhadap Pemkab Pandeglang, yang saat ini telah melakukan kerjasama penampungan sampah dari Kota Tangsel, yang nilai kerjasamanya sebesar Rp 40 Miliar.
Ornamen tikus berdasi itu paling mencolok dan menjadi sorotan publik. Bahkan, ada dua peserta yang mengenakan topeng tikus, berkostum jas hitam, dan membawa koper bertuliskan “uang rakyat”. Diantara mereka, ada pria dan wanita yang mengenakan tanda pengenal bertuliskan Dewi-Iing, yang merupakan nama panggilan Bupati dan Wakil Bupati Pandeglang.
Pusat Koordinasi Daerah (PKD) Mapala Banten, Juliandi mengungkapkan, pemilihan lokasi TPA Bangkonol bertujuan untuk mengingatkan generasi muda akan pentingnya menjaga kebersihan dan mengurangi sampah.
“Kemerdekaan tidak hanya dirayakan dengan seremoni, tapi juga diwujudkan dalam aksi nyata menyelamatkan lingkungan. Upacara di TPA ini adalah simbol bahwa kita harus berani menghadapi masalah bangsa, termasuk krisis sampah,” tegas Juliandi kepada wartawan, kemarin.
Kegiatan itu menunjukkan kepedulian terhadap isu lingkungan hidup. Komunitas ini berupaya menyadarkan generasi muda tentang pentingnya menjaga lingkungan dan menghadapi perubahan iklim.
“Menjaga kebersihan datang dari diri sendiri, mungkin dari hal-hal Kecil, sampah bisa dikelola dengan baik. Contohnya dibuat kerajinan menarik dan lainnya,” pungkasnya.
Katanya lagi, upacara peringatan HUT RI di TPA Bangkonol menjadi bukti, bahwa semangat kemerdekaan dapat dirayakan di mana saja, bahkan di tempat yang penuh tantangan, selama tetap membawa pesan positif bagi bangsa dan lingkungan.
“Harapannya, semoga aksi ini menjadi motivasi bagi masyarakat agar tetap menjaga lingkungan sekitar, dan selalu menjaga kebersihan dimanapun berada,”tandasnya.
Salah seorang warga Menes, Asep mengatakan, ornamen tikus bertuliskan Rp 40 Miliar dan “runtah” merupakan kritik terhadap kebijakan Bupati Pandeglang yang berkontrak kerjasama pengelolaan sampah dengan Pemkot Tangsel.
“Kami khawatir dengan kerjasama tersebut, karena fasilitas di TPA Bangkonol belum mumpuni. Apalagi sampah dari Tangsel setiap harinya 500 ton, ini sangat luar biasa dan bakal berdampak buruk,” katanya singkat. (Red)
Tinggalkan Balasan