SERANG, Ungkap Publik – Ketua Umum Pengurus Pusat Ikatan Mahasiswa Lebak (PP IMALA), Ridwanul Maknunah, menegaskan bahwa aksi unjuk rasa yang dilakukan oleh IMALA bersama aliansi pemuda-mahasiswa bersatu terkait tingginya tunjangan rumah DPRD Provinsi Banten merupakan gerakan murni mahasiswa dan pemuda, tanpa campur tangan kepentingan politik, pribadi, maupun transaksi apapun.

“Aksi kami murni untuk memperjuangkan keadilan sosial di Provinsi Banten. Tidak ada kepentingan tersembunyi, apalagi transaksi dengan pihak manapun. Siapapun yang mengklaim bahwa IMALA telah bertemu atau bersepakat dengan Ketua DPRD Provinsi Banten, saya nyatakan itu tidak benar,” tegas Ridwanul Makmunah, Sabtu 4 Oktober 2025.

Ia menjelaskan bahwa gerakan ini lahir dari keprihatinan mendalam terhadap kondisi masyarakat yang masih dibebani harga kebutuhan pokok yang tinggi, sementara di sisi lain DPRD Provinsi Banten justru menikmati tunjangan rumah dengan nilai fantastis.

Kronologi Aksi dan Kekecewaan terhadap DPRD

Aksi pertama direncanakan sejak pertengahan September 2025. Surat pemberitahuan diajukan oleh kader IMALA Serang Raya pada 15 September 2025, namun ditolak oleh Polda Banten karena tidak memenuhi ketentuan minimal tiga hari pemberitahuan aksi. Aksi kemudian dijadwalkan ulang pada 19 September 2025, dengan aliansi awal yang terdiri dari IMALA, IMM Lebak, HMI Cabang Lebak, dan KNPI DPD Lebak.

Namun, beberapa dinamika internal mulai terjadi. Salah satu organisasi dalam aliansi mengaku mendapat panggilan dari DPP pusat, dan korlap aksi dilaporkan dihubungi oleh pihak Tipikor terkait permasalahan pekerjaannya, yang diduga berkaitan dengan rencana aksi.

Lebih lanjut, perwakilan dari KNPI menyampaikan bahwa mereka telah bertemu dengan salah satu anggota DPRD Provinsi Banten dari Dapil Lebak, yang menjanjikan akan diadakan Rapat Dengar Pendapat (RDP) pada 20 September 2025. Rencana tersebut awalnya diterima dengan baik oleh peserta aksi sebagai langkah dialog. Namun, saat dikonfirmasi pada hari yang dijanjikan, RDP tersebut dibatalkan secara sepihak tanpa penjelasan.

“Kami sangat kecewa dengan pembatalan itu. Padahal, itu adalah kesempatan baik untuk membuka ruang dialog. Karena itu, kami memutuskan untuk membangun konsolidasi kembali dan melanjutkan aksi,” jelas Ridwanul.

Aksi Jilid 2 dan 3: Dukungan Meluas

Setelah aksi pertama, IMALA bersama IMM Lebak tetap melanjutkan perjuangan melalui aksi jilid kedua pada 24 September 2025. Aksi ini didukung oleh BEM dan DPM Piksi, yang resmi bergabung dalam aliansi pemuda-mahasiswa bersatu. Dalam aksi ini, tuntutan diperluas mencakup isu pemangkasan 50% kuota BPJS di Provinsi Banten dan ketimpangan pelayanan publik.

Namun, sekali lagi, tidak ada satu pun anggota DPRD Provinsi Banten yang menemui massa aksi.

Gerakan berlanjut ke aksi jilid ketiga, dengan substansi tuntutan yang ditambah, mencakup isu pendidikan serta desakan pengesahan Perda Pencegahan Kekerasan Seksual di Banten. Dalam aksi ini, aliansi mengundang DPRD secara terbuka untuk hadir dalam debat publik. Surat dan pamflet undangan bahkan dikirim langsung ke beberapa anggota DPRD, namun tidak ada satu pun yang memberikan tanggapan.

Mengetahui adanya agenda Rapat Paripurna DPRD Provinsi Banten pada 2 Oktober 2025, massa aksi mendatangi ruang sidang untuk menyampaikan langsung aspirasi mereka. Namun, mereka justru dipaksa keluar oleh aparat dengan cara yang tidak manusiawi, termasuk dipiting, didorong, dan dipaksa mundur sampai ke area parkir gedung DPRD.

Dugaan Transaksi Penghentian Aksi: Sekwan Membenarkan

Dalam aksi jilid ketiga, Ridwanul juga mengungkap pengalamannya bertemu seseorang yang mengaku wartawan dari Lebak dan pemilik akun media sosial Ingpo Urhen. Orang tersebut menyatakan bahwa gerakan mahasiswa ini sudah “beres” karena telah “dikasih uang”.

“Saya sangat kaget dengan pernyataan itu. Saya langsung klarifikasi, ‘beres apa, dikasih uang apa?’. Kami tidak pernah bertemu DPRD, apalagi menerima sesuatu, dan itu tidak benar. Bahkan dia ngajak kami makan, kami tidak mau karena saya yakin ini bagian dari strategi pembiasaan gerakan kami” kata Ridwanul.

Awalnya, pernyataan tersebut dianggap tidak berdasar. Namun, kecurigaan mulai menguat setelah Sekretaris Dewan (Sekwan) DPRD Provinsi Banten secara langsung menyatakan bahwa memang telah terjadi transaksi untuk menghentikan gerakan tersebut.

“Setelah Sekwan sendiri mengatakan itu, jika sekawan dan wartawan itu tidak mengatakannya kami tidak tahu, maka kami sadar ada oknum yang mencoba membelokkan arah perjuangan ini. Saya sebagai Ketua Umum PP IMALA tidak tahu-menahu soal itu, dan saya pastikan, tidak ada satupun yang bisa mengklaim atau membawa nama IMALA demi keuntungan pribadi,” tegasnya.

Gerakan Akan Terus Berlanjut

Ridwanul menegaskan bahwa IMALA dan seluruh elemen dalam aliansi pemuda-mahasiswa bersatu akan terus mengawal isu ini sampai ada tanggapan dan kejelasan dari pihak DPRD.

“Kami tahu bagaimana kondisi masyarakat Lebak dan Banten yang masih jauh dari sejahtera. Kami tidak peduli dengan isu yang beredar saat ini terkait pragmatisme gerakan, kami anggap itu sebagai oknum yang ingin membiaskan gerakan kami. Kami tidak akan berhenti menyuarakan aspirasi ini. Ini adalah gerakan moral dan perjuangan kolektif. Bukan untuk kepentingan pribadi, bukan untuk cari nama, tapi murni untuk rakyat Banten,” pungkas Ridwanul. (Red)