PANDEGLANG, Ungkappublik.id – Akademisi Universitas Mathla’ul Anwar (Unma) Banten, mengecam kelakuan Ketua Dewan, unsur pimpinan lainnya dan anggotanya, yang lebih memilih main handphone (HP) ketimbang mencermati secara khidmat dan sakral rapat paripurna penyampaian laporan Banggar pembahasan Perubahan KUA dan PPAS TA 2025, dan Penandatanganan Nota Kesepakatan tentang KUA dan PPAS di Gedung DPRD Pandeglang, Senin (11/8) lalu.
Apalagi, rapat paripurna tersebut molor hampir dua jam. Dinilai Akademisi Unma Banten Eko Supriatno, telah mencerminkan lemahnya disiplin dan pengabaian terhadap waktu publik.
“Rapat paripurna yang molor hampir dua jam bukan sekadar persoalan teknis, tapi mencerminkan lemahnya disiplin internal dan pengabaian terhadap waktu publik,” kata Eko, Selasa (12/8).
Menurutnya, ketika Ketua, pimpinan lain dan anggota DPRD justru sibuk bermain ponsel saat laporan anggaran dibacakan, publik wajar mempertanyakan komitmen mereka dalam mengawal APBD.
“Ketua, pimpinan lainnya dan anggota DPRD Pandeglang yang sibuk bermain ponsel saat laporan dibacakan, memberi kesan rendahnya komitmen pada fungsi pengawasan anggaran,” katanya.
Apalagi tegas Eko, penurunan anggaran dari Rp 2,8 Triliun menjadi Rp 2,6 Triliun seharusnya dibahas lebih ketat, bukan disikapi dengan distraksi (mengalihkan perhatian).
“Penurunan anggaran dari Rp 2,8 Triliun menjadi Rp 2,6 Triliun, seharusnya memicu pembahasan ketat soal prioritas dan dampak pembangunan, bukan malah sibuk main HP,” katanya.
Atas perilaku yang ditunjukan Ketua Dewan, memperlemah legitimasi DPRD Pandeglang, dan bisa memicu apatisme pemilih di tingkat lokal.
“Perlu reformasi disiplin. DPRD perlu menegakkan aturan waktu, melarang penggunaan ponsel untuk urusan pribadi selama sidang, dan memberlakukan sanksi bagi pelanggaran disiplin,” tegasnya.
Eko juga mengingatkan kepada anggota DPRD Pandeglang, jangan menjadikan tata tertib hanya sebatas formalitas.
“Tidak adanya sanksi atas keterlambatan atau distraksi, membuat aturan internal DPRD tidak efektif menegakkan akuntabilitas,”imbuhnya
Eko meyakini, tanpa sanksi atas keterlambatan dan pelanggaran tata tertib, DPRD akan terus kehilangan kepercayaan publik.
“Reformasi disiplin mutlak diperlukan agar DPRD kembali berfungsi sebagai pengawas rakyat, bukan sekadar beban anggaran,” tandasnya.
Sebelumnya diberitakan, rapat paripurna penyampaian laporan Badan Anggaran (Banggar) pembahasan Perubahan Kebijakan Umum Anggaran dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (KUA dan PPAS) TA 2025, dan Penandatanganan Nota Kesepakatan tentang KUA dan PPAS di Gedung DPRD Pandeglang, Senin (11/8), berjalan molor.
Seharusnya, sesuai yang dijadwalkan rapat paripurna dimulai pada pukul 10.00 WIB, namun karena tidak kuorum sesuai Pasal 118 Huruf C Tata Tertib DPRD Pandeglang yakni 1/2 dari jumlah anggota atau 25 anggota, akhirnya molor hingga pukul 11.52 WIB baru bisa dimulai.
Dimulainya rapat paripurna itu telah dihadiri 32 orang anggota berikut unsur pimpinan DPRD Pandeglang. Namun berdasarkan pantauan, selama rapat paripurna itu berjalan hanya ada 29 anggota berikut unsur pimpinan yang mengikuti paripurna hingga selesai.
Mirisnya lagi, pada saat rapat paripurna berjalan bertepatan penyampaian dari bagian Banggar yang diwakili oleh Miftahul Farid Sukur, Ketua DPRD Pandeglang Tb Agus Khotibul Umam, bersama pimpinan lainnya dan beberapa anggotanya malah asik memainkan handphone (HP), ketimbang mendengarkan secara sakral menyampaikan laporan dari Banggar.
Saat memimpin rapat paripurna, Ketua DPRD Pandeglang Tb Agus Khotibul Umam mengungkapkan, yang hadir rapat paripurna penyampaian laporan Banggar pembahasan Perubahan KUA dan PPAS TA 2025, dan Penandatanganan Nota Kesepakatan tentang KUA dan PPAS, berjumlah 32 orang.
“Dari 32 anggota terdiri dari, Fraksi Golkar 7 anggota hadir 5, Gerindra 7 anggota hadir 6, NasDem 7 anggota hadir 1 karena sebagian sedang kegiatan partai, Demokrat 6 anggota hadir 6, PKB 6 anggota hadir 4, PKS 6 anggota hadir 4, PDIP 6 anggota hadir 3, dan PPP 5 anggota hadir 3,” jelas Agus, Senin (11/8). (Red)
Tinggalkan Balasan